GURU
PROFESSIONAL DAN TANTANGANNYA
Salah
satu pengertian pendidikan yang sangat umum dikemukakan oleh
Driyarkara (1980) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani harus diwujudkan di
dalam seluruh proses atau upaya pendidikan. Di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah
Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi perananny
a di masa yang akan datang”. Tingkat satuan pendidikan yang dianggap sebagai dasar pendidikan adalah sekolah dasar. Di sekolah inilah anak didik mengalami proses pendidikan dan pembelajaran. Dan, secara umum pengertian sekolah dasar dapat kita katakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Pendidikan ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia tujuh tahun dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya.[1]
a di masa yang akan datang”. Tingkat satuan pendidikan yang dianggap sebagai dasar pendidikan adalah sekolah dasar. Di sekolah inilah anak didik mengalami proses pendidikan dan pembelajaran. Dan, secara umum pengertian sekolah dasar dapat kita katakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Pendidikan ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia tujuh tahun dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya.[1]
Pengertian
sekolah dasar dapat dikatakan sebagai kegiatan mendasari tiga aspek dasar,
yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini merupakan dasar
atau landasan pendidikan yang paling utama. Hal ini karena ketiga aspek
tersebut merupakan hal paling hakiki dalam kehidupan. Kita membutuhkan sikap-sikap
hidup yang positif agar kehidupan kita lancar. Kita juga membutuhkan
dasar-dasar pengetahuan agar setiap kali berinteraksi tidak ketinggalan
informasi. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah keterampilan. Di sekolah
dasar, kegiatan pembekalan diberikan selama enam tahun berturut-turut. Pada
saat inilah anak didik dikondisikan untuk dapat bersikap sebaik-baiknya.
Pengertian sekolah dasar sebagai basis pendidikan harus benar-benar dapat
dipahami oleh semua orang sehingga mereka dapat mengikuti pola pendidikannya.
Tentunya, dalam hal ini, kegiatan pendidikan dan pembelajarannya mengedepankan
landasan bagi kegiatan selanjutnya. Tanpa pendidikan dasar, tentunya sulit bagi
kita untuk memahami konsep-konsep baru pada tingkatan lebih tinggi.[2]
Asas perkembangan pendidikan sejajar dengan
perkembangan kebudayaan menunjukkan bahwa pendidikan selalu dalam keadaan
berubah sesuai perkembangan kebudayaan. Pendidikan merupakan cerminan dari
nilai-nilai kebudayaan yang berlaku sekarang, atau pada saat terterntu. Suatu
kenyataan bahwa konsep-konsep pendidikan dapat dipahami dari aktifitas
pendidikan atau institusi-institusi pendidikan. Kesejajaran perkembangan
pendidikan dan kebudayaan ini, mengharuskan adanya dua sifat yang harus
dimiliki pendidikan yaitu bersifat reflektif dan progresif.[3]
Aktifitas pendidikan berlangsung baik secara
formal maupun informal. Baik pendidikan yang formal maupun informal memiliki
kesamaan tujuan yaitu sesuai dengan filsafat hidup dari masyarakat. Pengakuan
akan pendidikan sebagai gejala kebudayaan tidak membedakan adanya pendidikan
formal, informal dan formal, semuanya merupakan aktifitas pendidikan yang
seharusnya memiliki tujuan yang sama. Dari sisi lain dapat dinyatakan bahwa
pendidikan bukan hanya berlangsung di lingkungan sekolah saja, tetapi juga
belangsung di ru lingkungan keluarga dan masyarakat.
Mendasarkan pada uraian diatas maka pembahasan
tentang hakikat pendidikan merupakan tinjauan yang menyeluruh dari segi
kehidupan manusia yang menampakkan konsep-konsep pendidikan. Karena itu
pembahasan hakikat pendidikan meliputi pengertian-pengertian: pendidikan dan
ilmu pendidikan; pendidikan dan sekolah; dan pendidikan sebagai aktifitas
sepanjang hayat. Komponen-komponen pendidikan yang meliputi 1) Tujuan
pendidikan, 2) Peserta didik, 3) Pendidik, 4) Interaksi sfektif antara peserta
didik dengan pendidik, 5) Isi pendidikan, 6) Konteks yang mempengaruhi suasana
pendidikan.[4]
Erstein dan Levine (1984) menegaskan bahwa pada dasarnya
pekerjaan mengajar dapat dikatagorikan ke dalam tiga, yaitu mengajar merupakansemiprofession, emerging
profession,dan full profession. Pertama, mengajar
dikatakan semi-professional, ketika mengajar itu hanya dapat
dilakukan melalui pelatihan dalam jangka pendek, bahkan mengajar dapat terjadi
oleh siapapun yang mengaku pernah diajar, karena itu mengajar cukup meniru saja
tanpa latihan yang memadai. Kedua,mengajar dikatakan emerging
profession ketika mengajar di satu sisi dikatakan suatu suatu profesi,
di sisi lain dikatakan bukan suatu profesi, bahkan bisa masuk katagori
ambivalen. Di samping itu perlu diperjelas bahwa mengajar merupakan suatu
pekerjaan yang menuntut penyesuaian yang terus menerus, sering dengan perubahan
tuntutan masyarakat yang terus berkembang, sehingga seorang guru harus terus
menerus melakkan up-dating ilmu dan materi, bahkan metodenya, sehingga kegiatan
pembelajarannya benar-benar kontekstual. [5]
Ketiga, mengajar dikatakan sebagai full
profession, karena mengajar merupakan suatu profesi yang anggotanya
memiliki pengetahuan tertentu dan dapat menerapkan pengetahuannya untuk
meningkatkan kesempatan dalam pemecahan masalah pendidikan (McNergney, Robert
E. dan Herbert, Joanne M.,2001). Menurut Sanusi et. al. (1991)
menguraikan ciri-ciri utama profesi adalah suatu jabatan yang memiliki fungsi
dan signifikansi sosial yang mnenetukan (crusial), menuntut keterampilan dan
keahlian tertentu, memerlukan pendidikan tingkat tinggi dengan waktu yang lama,
berpegang teguh pada kode etik,memiliki otonomi terhadap masalah yang
dihadapinya, bertanggung jawab terhadap tindakannya, memiliki prestise yang
tinggi di masyarakat.[6]
Kompetensi Profesional Guru termasuk salah satu tenaga yang profesional yang
memiliki beberapa tugas tertentu. Dalam UU RI No.2 Tahun 2003 disebutkan bahwa
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas 1) merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran; 2) menilai hasil pembelajaran; 3)
melaksanakan bimbingan dan pelatihan; 4) melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[7]
Guru profesional dituntut sedikitnya memiliki tiga kecakapan
(Wawasan, 14/12/2008) yaitu pertama, kompetensi kognitif, yang meliputi
pengetahuankependidikan dan pengetahuan mata pelajaran yang akan diajarkan
guru. Kedua, kompetensi efektif yang meliputi perasaan dan emosi, yakni sikap
dan perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan. Dan ketiga,
kompetensi psikomotor, yang meliputi ketrampilan/ kecakapan yang bersifat
jasmaniah, yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar.
Untuk diikuti sebagai bagian dari kompetensi profesional guru, ketrampilan
(atau kompetensi-kompetensi) itu harus dapat dipraktekkan berulang-ulang walau
bentuknya tidak sama persis tetapi sesering mungkin bukan hanya kebetulan
terjadi satu kali (Wragg, 1997).
Pada bagian lain, sebagai sebuah profesi, sudah sewajarnya guru diperlakukan secara profesional sesuai dengan hak-hak profesionalnya, termasuk kesejahteraan. Namun demikian, guru juga harus menepati kewajiban-kewajiban secara baik, penuh tanggung jawab dan profesional (Agus Mutohar, 2008). Guru juga sebagai pemimpin (manajerial) yang memimpin, mengendalikan diri, upaya mengarahkan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan (Abdul Khobir, 2007). Di sini guru dituntut untuk dapat mengatur dan mengelola situasi dan kondisi siswa (di kelas dan di sekolah) sedemikian rupa agar proses belajar mengajar berjalan dengan mulus dan menyenangkan sehingga pemindahan materi ilmu pengetahuan dapat diterima dengan baik.[8]
Pada bagian lain, sebagai sebuah profesi, sudah sewajarnya guru diperlakukan secara profesional sesuai dengan hak-hak profesionalnya, termasuk kesejahteraan. Namun demikian, guru juga harus menepati kewajiban-kewajiban secara baik, penuh tanggung jawab dan profesional (Agus Mutohar, 2008). Guru juga sebagai pemimpin (manajerial) yang memimpin, mengendalikan diri, upaya mengarahkan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan (Abdul Khobir, 2007). Di sini guru dituntut untuk dapat mengatur dan mengelola situasi dan kondisi siswa (di kelas dan di sekolah) sedemikian rupa agar proses belajar mengajar berjalan dengan mulus dan menyenangkan sehingga pemindahan materi ilmu pengetahuan dapat diterima dengan baik.[8]
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat selama ini membawa dampak
terhadap jarak antarbangsa di dunia sehingga fenomena ini bersifat global.
Persoalan
yang dihadapi sekarang yaitu bagaiman menemukan pendekatan yang terbaik untuk
menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu
sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep
tersebut. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian
yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana
seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu
bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari
apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam
dari seluruh siswa sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara
mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga dapat membuka berbagai pintu
kesempatan selama hidupnya. Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi guru
setiap hari dan tantangan bagi pengembangan kurikulum.[9]
Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efisien,
dan efektif, menurut Gaffar (2005), guru harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut.
1. Menguasai ilmu pendidikan termasuk konsep, teori, dan
proses.
2. Menguasai teaching learning strategies.
3. Memahami ICT dan menguasainyan untuk diaplikasikan dalam
proses pembelajaran terutama untuk mendukung penerapan learning
strategiesyang dikembangkan oleh guru.
4. Menguasai psikologi perkembangan, psikologi anak dan
psikologi kognitif.
5. Menguasai teori belajar.
6. Memahami berbagai konsep pokok sosiologi dan antropologi
yang relevan dalam proses pendidikan dan perumbuhan anak didik.
7. Menguasai bidang studi tertentu yang relevan dengan
tugasnya sebagai guru pada jenjang peresekolahan tertentu.
8. Memahami administrasi pendidikan.
9. Menguasai konsep dan prinsip pengembangan kurikulum.
10. Memahami dan menguasai pendidikan nilai
Memahami
teori dan proses globalisasi dan implikasinya terhadap proses pendidikan
peserta didik. (Abdul:2009)[10]
Dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan tersebut, menurut pasal 20, guru
berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal berikut.
1. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu penegetahuan,
teknologi, dan seni.
3. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar
pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau
latar belakang keluarga, dan status social ekonomi peserta didik dalam
pembelajaran.
4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum, dank
ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.
Memelihara
dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. (Abdul:2009).[11]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar